SAAT PUNDAK KU TAK KUAT LAGI MENANGGUNGNYA


Pagi itu saat mentari datang, entah kenapa bangun dari tidur pun terasa bukan sesuatu yang begitu ku nantikan. Apalagi setelah otak ini mereview dengan cepat apa-apa saja yang harus diselesaikan dalam satu hari ini. Terlintas dengan jelas pengujian program yang harus ku lakukan sebelum bimbingan, mengunjungi perpus untuk melengkapi Bab 2 yang masih jauh dari kata sempurna, mulai menganalisis 3 parameter baru yang kemarin baru diberikan pembimbing 2, mencari data baru, ahhhh terlalu banyak sampai aku muak mengingatnya dan tak ada satu pun yang lepas dari namanya TUGAS AKHIR.

Jam menunjukkan pukul 8.00 saat aku sudah bergegas mengikuti bimbingan dan yahhh tak semudah yang ku banyangkan. List yang sudah menumpuk di pikiran ku pagi itu dengan optimis bisa ku laksanakan semua kalau saja prediksi waktuku pas. Tapi kenyataannya di awal saja sudah meleset , dan aku sudah punya gambaran seberapa berantakkannya sisa hari ku ke depan. Pembimbingku tak kunjung datang saat jam sudah menunjuk ke pukul 10.00. Sebel, kesel, marah, yah itu lah yang ku rasakan detik itu sampai detik ketika aku melihat sosoknya ada di hadapanku. Bimbingan pun berlangsung, dan aku menyampaikan progress yang sudah ku kerjakan dan menyampaikan kendala yang ku hadapi. 1,5 jam terbuang sia-sia, karena pembimbingku ternyata dalam keadaan ngantuk berat dan aku telah menyia-nyiakan waktuku yang cukup berharga selama 1,5 jam. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang dengan rasa kesel yang sangat mendalam.

Saat di perjalananku pulang, aku membuka contact BBM ku dan last chat ku adalah seorang master coding yang sekaligus adalah iban ku yang bapuk. Mencoba peruntungan saat aku mulai menanyainya apakah ada waktu kosong siang itu. Untungnya dia sedang luang sebelum sore nanti akan pulang ke Tangerang. Segera aku bergegas menuju Gd F lt 3 tempat dimana singsananya berada. Seingatku ini untuk ketiga kalinya aku menginjakkan kakiku di lab anak informatika. Saat itu aku menjelaskan kendala yang ku hadapi. Yup, aku mendapatkan solusi darinya. Tapi sayang solusi yang dia berikan sudah ada di pikiranku sebelumnya. Dan hasilnya NIHIL.

Saat itu ku lihat jam di tanganku yang menunjuk angka 2, dan aku sudah punya janji ingin bertemu pembimbing 1 ku sore itu. Belum waktu yang kami janjikan, tapi aku tetap berniat untuk bertemu dengannya lebih awal. Untungnya saat itu tidak ada anak bimbingannya yang lain, hanya aku dan pembimbing 1 ku itu. Saat itu aku langsung mendemokan program ku pada beliau, sebentar dia merasa aku telah menyelesaikannya dengan baik sebelum malapetaka itu datang. Tiba-tiba terlontar pertanyaan mematikan itu dari mulut ku. “Pak, kok lisa merasa TA lisa ini lebih ke matching template ya pak? Sementara di judul lisa itu metode yang lisa pake adalah representasi structural”. Diam sesaat, kemudian pembimbingku mulai mengamati demo ku. Dan jeder, petaka itu datang saat si bapak mulai member jawaban atas pertanyaan besar ku itu. Ternyata emang proses yang sudah aku jalani itu adalah murni matching template dan itu berbeda dengan yang beliau maksud.
Perlahan, air mata mulai menggenangi pelupuk mata dan aku dengan sekuat tenaga memaksa diri ku untuk tidak membiarkan diri menangis di depan pembimbing ku itu. Sembari mengontrol emosi, pembimbingku menjelaskan dengan sabar letak missed komunikasi yang terjadi. Saat aku mulai menyadari bahwa aku harus merombak program ku yang sudah hampir rampung dan memulainya dari 50. L dan saat itu juga aku menyadari bahwa itu sudah tanggal 1 dan H min 4 hari dari jadwal pendaftaran. Air mata menetes deras saat pembimbingku dengan heran melihat air mata yang secara tiba2 hadir di tengah sunyinya ruangan itu. Saat perlahan aku menatap naas diriku, pembimbing ku berkata : “masih sempat kok Lisa. Bapak tau kamu bisa”. Diam, dan hanya tersenyum miris sambil membersihkan sisa air mata yang ada. Setelah mendengar dengan seksama lebih kesalahpahaman itu dan ingin mengakhiri bimbingan itu, si bapak membuka komputernya dan memperlihatkan kepada ku sebuah jadwal. Aku berpikir itu jadwal pra sadang sebelum aku menyadari tanggal yang tercantum adalah tanggal 11 ke atas. Tiba-tiba si bapak langsung mencantumkan nama ku di kolom tanggal 18 sampai aku tersadar betul itu adalah jadwal sidangku. Dan dengan segera aku bernego dengan manis dan aku mendapatkan jadwal di tanggal 21. Setelah mengakhiri semuanya, aku pulang dan dalam perjalananku pulang aku menangis menyadari semuanya.
1.       Bagaimana nasib ku 1 minggu ke depan?
2.       Selesaikah ini Tuhan?
3.       Bagaimana memberitahu papi mami ku kalau program ku ternyata masih salah?
Semuanya pertanyaan dan tak satu pun jawaban yang ku dapat.

Saat ku sadari aku lelah menghadapinya, memikirkannya, bahkan membayangkan dan merencanakan plan ke depan saja aku LELAH dan akhirnya di ruang 4x4 ku ini aku meneteskan air mata dengan sangat keras. Aku ingin di peluk, aku ingin ada mami di sini menghiburku, aku ingin ada orang-orang yang aku sayang saat ini di samping ku.. tapi aku tak menemukan pundak untuk berbagi berat ini dan aku memilih MENANGIS 

No comments:

Post a Comment