Mother Daughter’s Story
Part 1
Udah lama banget rasanya
gak ngeblog hehe. Jemari ini serasa ingin sekali menari di atas keyboard laptop
untuk celoteh sana sini tentang perjalananku tepat sebulan silam bersama mama.
Check
it out..
Aku
merencanakan perjalananku ini bersama mama setahun silam. Mempunyai teman baik yang
bekerja di bandara, membuatku memiliki privillage tersendiri mengenai informasi
tiket pesawat promo. Pendek cerita akhirnya aku dan mama mengantongi tiket
pesawat PP Jakarta – Hongkong dengan harga miring 1,7 juta per orang.
Now, it’s my turn to
share my story.
Hari
pertama hanya kami habiskan untuk perjalanan dari Bandara Soekarno Hatta,
Indonesia – Changi International Airport,
Singapore – Hong Kong International
Airport, Hong Kong. Perubahan kebijakan maskapai penerbangan yang kami naiki
jujur memberi kerugian bagi kami. Schedule awal pada saat tiket dibeli
menyatakan bahwa rute Indonesia – Hong Kong direct dengan total waktu
penerbangan selama 5 jam. Timeplan yang di awal sudah ku susun harus berubah
dikarenakan perubahan rute. Berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pukul 07:00
WIB, tiba di Changi International
Airport, Singapore pukul 10:00 waktu Singapore. (Singapore dan Indonesia
terjadi perbedaan waktu 1 jam). Transit sekitar 4 jam, lalu kami melanjutkan
perjalanan dari Changi International
Airport menuju Hong Kong
International Airport pukul 2PM waktu Singapore dengan total waktu
penerbangan selama 4 jam.
Oh
ya karena perjalananku kali ini bersama sang mama, bisa ku pastikan aku akan terselamatkan untuk
urusan perut. Mama membawa banyak sekali snack, pop mie, roti dari Holland Bakery,
dan rendang sapi beserta ikan teri andalannya. Di Changi kami menyantap salah
satu bekal hidup kami selama 7 hari ke depan, hihi. Sekitar pukul 6PM waktu
Hong Kong pesawat yang kami tumpangi akhirnya mendarat. Hong Kong dan Singapore
memiliki persamaan waktu, berarti beda 1 jam dengan waktu Indonesia. Keluar
dari pesawat, kami harus menaiki salah satu bus bandara untuk membawa kami
menuju ke dalam bandara. Untungnya kami tidak membawa banyak barang bawaan
sehingga kami tidak perlu mengantri bagasi. Setelah sampai di dalam hall bandara,
kami mengikuti arah arus dimana para penumpang satu pesawat tadi bergerak. Pertama
– tama kami harus mengisi Departure Card di bandara, berbeda hal dengan
Singapore dulu aku mengisi Departure Card di dalam pesawat beberapa saat
sesudah pesawat take off dari Jakarta. Setelah selesai mengisi identitas di
kertas putih berukuran kecil itu, kami mengantri di imigrasi Hong Kong. Setelah beres dari imigrasi, kami terpisah
dari rombongan para ibu-ibu yang tadi di pesawat sempat berbincang dengan mama,
dan menyarankan kami untuk mengikutinya. Maklum dia sudah cukup mengenali seluk
beluk kota Hong Kong ini. Dia juga menyarankan kami untuk naik taxi dari
bandara menuju penginapan. Set dah, taxi bukan opti pertama kami untuk
berpergian selama di sana haha.
Saat
itu kami berada di Terminal 1, dan aku melihat Hong Kong Tourism Board. Menoleh
ke kanan, aku langsung menemukan loket untuk pembelian Airport Express. Tapi saat itu bukan tiket AE yang kami beli
melainkan Octopus Card. Octopus Card merupakan kartu sakti
selama berkunjung di Hong Kong. Kita
bisa menggunakannya saat berpetualang menggunakan jasa MTR, bisa juga digunakan
saat kita menggunakan jasa bus, dan saktinya kartu ini juga bisa digunakan
untuk membeli makanan seperti di 7 Eleven.
2 Octopus Cards + MTR Map |
Airport Express (AE) adalah moda transportasi eklusif yang ditawarkan Hong Kong untuk para pendatangnya. Kereta api cepat ini hanya melayani rute dari bandara menuju ke Hong Kong. Kalau dilihat dari Hong Kong MTR Map kita akan menemukan garis berwarna biru toscha dengan jalur AEL, rute : Airport - Tsing Yi - Kowloon - Hong Kong. Harga untuk AE sendiri tergolong cukup mahal untuk apara backpackeran seperti kami. Dan kami pun akhirnya memilih cara yang lebih "hemat" untuk sampai ke penginapan. Dari bandara kami naik bus bernomor A21 menuju ke Tung Chung Station. Negara cantik yang sangat memukau ini pun kembali harus memukau ku dengan budaya penduduknya yang tertib, bahkan untuk mengantri naik bus saja mereka harus mengantri.
Antrian naik Bus A21 |
Biaya
yang kami keluarkan untuk sampai ke Tung Chung Station hanya 2,7 HKD per
orang.
Sampai
di Tung Chung Station, kami masuk ke
dalam lokasi MTR. Sempat merasa agak kik
kuk dengan semua hal baru yang ada di depan mata. Dari Tung Chung Station kami bergerak menuju Lai King, lalu pindah kereta karena tujuan akhir kami hari itu
adalah Tsim Sha Shui Station. Biaya
yang kami keluarkan untuk sampai ke station terakhir itu hanya 8 HKD per orang.
Jadi total biaya transportasi kami dari bandara ke penginapan sekitar 11HKD.
*senyum manis. Kebayangkan perbedaan antara kelas VIP dan kelas ekonomi hehehe.
Setibanya
di Tsim Sha Shui petualangan untuk
hari pertama itu belum berakhir, kami harus mencari tahu dimana lokasi
penginapan yang telah ku pesan jauh – jauh hari yang lalu. Setelah bertanya ke
5 atau 6 orang penduduk sana, akhirnya aku bertemu dengan seorang perempuan
muda aku menebak umurnya masih sekita 17 – 18 tahun an dan dia bersedia mencari
tahu alamat tujuan ku melalui google map
di hp. Maklum saja saat itu hp ku
tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena memang dari awal aku tidak
berencana mengaktifkan paket roaming
internasional.
Dengan
sedikit perjuangan ekstra, akhirnya kami menemukan penginapan yang kami cari. But sorry to say, tempat ini agak
sedikit menakutkan. Karena alasan penduduk Hong Kong yang cukup banyak dan luas
Negara yang tidak seluas bumi pertiwiku Indonesia menyebabkan penduduk Hong
Kong untuk tinggal dalam gedung bertingkat tinggi, model apartemen. Penginapan
kami ada di lt 9 gedung Mirador Mansion.
Kamar dengan ukuran yang minimalis, sangat minimalis malah menurutku hanya
sekitar 2*3 meter dengan kamar mandi dalam yang jauh lebih mini. Hanya muat 1
orang, dan 2 langkah ke kanan sudah mentok tembok. Haha ya tidak jauh dari
ekspektasiku karena sebelumnya aku sudah membaca review dari orang-orang untuk
penginapan kelas mengenah ke bawah di Hong
Kong. Tidak masalah buat kami karena tujuan kami ke Hong Kong bukanlah untuk tidur – tidur cantik di hotel berbintang.
Besoknya
kami bangun lebih awal dari biasanya, dikarenakan perbedaan waktu 1 jam lebih
awal dari Indonesia kami bergegas memulai petualangan kami sesungguhnya di hari
itu. Jam 8 kurang kami sudah berada di luar penginapan, kali ini kami
mendapatkan pemandangan yang berbeda dengan pemandangan menakutkan semalam. Oh ternyata
kami masuk dari arah yang salah, pantas agak horror haha. Lingkungan penginapan
kami itu dihuni banyak orang Asia dan Afrika. Sudah kebayang kan gimana
seramnya penampakan orang – orang Afrika :P walaupun aku sedikit lebai, tapi
itu juga yang dirasakan mamaku saat kami ada di dalam lift yang hanya berisikan
2 manusia dengan postur tubuh kecil dengan 1
pria besar berkulit hitam dengan mata yang melotot haha super jackpot.
Ternyata penginapan kami ini tidak begitu jauh dari tempat tujuan pertama kami, yaitu : Avenue of Stars. Beruntungnya kami karena kami keluar lebih awal dari waktu normal orang - orang memulai aktifitasnya, jadi kami bisa menikmati Avenue of Stars yang masih sepi itu. Paling ada sekitar 6-7 orang yang saat itu sedang lari pagi di pinggiran laut. Baru pada saat itulah aku mengerti kenapa Hong Kong mendapat julukan "waterfront city" alias kota tepi air.
Berjalan melintasi Avenue of Stars yang masih sepi, kami
menemukan banyak handprint dari para
tokoh hiburan Negara ini. Tak lupa kami mengabadikan moment ini di dekat salah
satu icon di Avenue of Stars, yaitu
patung Bruce Lee.
“Say cheers mom….”
Sejam
setelah kami menghabiskan waktu di Avenue
of Stars, seketika saja arena yang tadinya hanya dikunjungi kurang lebih 10
orang langsung berubah seperti pasar tradisional di Indoensia. Dimana-mana
banyak orang yang juga sibuk mengabadikan moment mereka bersama orang – orang yang
dikasihi, dan tidak sedikit juga kami menemui rombongan – rombongan tour dengan bendera khas di tangan para tour guide nya.
“Beruntung
ya dek kita datang cepat dan bisa bebas foto saat masih belum banyak orang tadi”,
kata mamaku.
Lalu
kami melanjutkan perjalanan kami ke tujuan berikutnya. Kali ini tujuan kami
adalah Disney Land. Yoho… Disney Land ini adalah salah satu mimpi
kecilku dulu, ada di antara para tokoh kartun idolaku. Ya, ini mimpi kecilku.
Kali
ini kami masuk dari pintu East Tsim Sha
Shui, berbeda dengan station kami semalam walaupun daerah ini masih ada di
sekitar penginapan kami. Dan ternyata untuk 1 daerah saja Hong Kong bisa memiliki 2 bahkan lebih pintu keluar MTR station yang berbeda. Cool.. Dari East
Tsim Sha Shui kami menuju Lai King
lalu pindah jalur ke TCL (Tung Chung
Line) dengan tujuan Sunny Bay
Station untuk pindah kereta menggunakan kereta khusus ke Disney Land Ressort. Hal ini sama
seperti yang ku temui satu tahun silam saat mengunjungi Universal Studio di Singapore. Ada MRT khusus yang membawa para
pengunjung taman hiburan tsb. Kereta khusus ke Disney Land Ressort pun berbeda dengan kereta Hong Kong pada umumnya. Designnya
dibuat dengan miniature tokoh kartun Disney, mulai dari pegangan untuk para
penumpang kereta yang tidak kebagian tempat duduk, lalu kaca jendela kereta, tempat
duduk, dan banyak hal lain di dalam kereta tsb yang bernuanasa tokoh Disney. Tiket
masuk Disney Land seharga 450HKD per orang.
Ah
senangnya aku, merasa kembali ke masa saat usiaku 6 tahun dan begitu
mendambakan tokoh Disney. Sekedar
berbagi cerita, kecintaanku akan Disney
dimulai sejak usia kecilku. Karena kecintaanku akan tokoh Disney, aku mencari tahu tokoh utama dibalik suksesnya Disney : Walt Disney. Dia sutradara
handal dibalik suksesnya pamor Disney
di kalangan anak – anak bahkan orang dewasa sekalipun.
Perjalanan
dari Sunny Bay ke Disney Land Ressort hanya sekita 5-7
menit, dan aku tiba di salah satu mimpi kecilku itu. \(^_^)/
Let’s begin this story, mom…
Mom and I were in my big dream |
Sebenarnya
untukku yang begitu menyukai dunia fantasi seperti Du Fan (Indonesia), Universal
Studio (Singapore) karena alasan ketertarikanku akan wahana ekstremnya yang
mampu mempermainkan hormone adrenalinku secara kurang ajar, Disney Land bukanlah tempat yang cocok
bagiku. Karena 75% wahana Disney Land
ini hanyalah wahana “ecek-ecek” bagiku. Tapi Disney
Land ini adalah salah satu mimpi kecilku, so I must go get it.
Mom was in the castle |
Cuaca
di Hong Kong saat itu sangat sangat
unpredictable. Seumur hidupku baru kali ini aku merasakan hal ajaib seperti
ini. Selama kami berada di Disney Land
ada lebih dari 10 kali hujan dengan durasi waktu hanya 2 menit lalu berhenti
secara tiba-tiba, kemudian 10 menit berikutnya hujan deras lagi sekitar 2-3
menitan lalu berhenti lagi. Waw, amazing. Sebelumnya aku sudah mencari tahu mengenai
iklim cuaca di Hong Kong bulan Mei
adalah musim hujan. Dan kami masih sangat beruntung karena selama kami
berkunjung di Negara cantik ini kami tidak merasakan yang namanya hujan badai.
Thanks God.
Bermain
ke wahana satu ke wahana lain, aku sangat menikmati setiap detik yang ku lalui
di tempat ini dan, bersama mama. Aku
lebih banyak memilih wahana yang bisa kami mainkan bersama. Tapi mama sangat
mengenali siapa anak bungsunya ini. “Kalau
adek mau main roller coster, pergilah nanti mama tunggu di luar”. Yihaa..
ada 4 wahana yang ku naiki sendiri tanpa mama. Gak tega juga memaksakan mama
ikutan main, walaupun menurutku sebenarnya wahana itu cukup safety.
Pemandangan
yang berbeda ku temui saat tahun lalu aku berada di USS (Singapore). Tahun lalu
aku bersama 10 teman hanya sempat menikmati 5 wahana di USS dikarenakan jumlah
pengunjung yang membludak. Tapi itu tidak ku alami saat aku berada di Disney Land. Jumlah pengunjung Disney Land saat itu jauh lebih banyak dibanding
USS tahun lalu, tapi aku dan mama berhasil menaiki hampir 80% wahana yang
terdapat disana. Waktu yang kami butuhkan untuk mengantri 1 wahana paling lama
10 menit.
Ah I truly deeply love
this moment, Disney
Jam
menunjukkan pukul 6PM waktu Hong Kong
dan kami hampir menyelesaikan semua wahana. Lalu kami bergegas meninggalkan Disney Land Ressort menuju kembali ke Avenue of Stars untuk menikmati Symphony of Lights.
Symphony of Light, Avenue of Stars |
begitulah sekilas info perjalananku edisi Hong Kong