Pilihan.
Apa itu pilihan?
Dia adalah
dia yang selalu membuat semua orang bingung untuk menjawab, dia yang akan
selalu ada di hidup semua orang dan dia yang saat ini sedang sangat mengganggu
pikiranku.
Aku benci
diperhadapkan dengan mu.
Kenapa kau selalu disandingkan dengan kata
penghubung “atau” ?
Kenapa kau tak bersanding saja dengan kata
penghubung “dan” ?
Itu akan
membuatmu menjadi satu hal yang mudah untuk kami jalani.
Kenapa kau
tak membiarkan kami menjalani semuanya tanpa harus memilih satu dan
meninggalkan yang lain?
Ya, karena hidup adalah pilihan.
Saat ini aku
sedang merasa terjepit. Terjepit di antara 2 pilihan, antara mengejar mimpi
atau memenuhi tuntutan. Sebulan ini aku kembali harus bergumul dan
memikirkannya kembali. Aku ingin mengejar mimpiku. Kecintaanku akan dunia
kedokteran msih begitu bergejolak di dalam diriku. Walau sudah hampir 5 tahun
aku menggeluti dunia teknolgi telekomunikasi, tapi tak sedikit pun mampu
mengalihkan perhatianku dari kecintaanku akan biomedical. Di penghujung tahun
kemarin, aku sudah mantab menyusun plan, 2 tahun setelah ini aku akan
melanjutkan kuliahku. Tapi kali ini tidak berniat untuk mendalami dunia
telekomunikasi melainkan ke bagian biomedical. Sudah menjatuhkan hati ke Negara
yang akan ku tuju untuk menimba ilmu. Semuanya terasa sudah ter-plan dengan
sangat matang, sampai akhirnya dia pun datang menghampiriku.
*dialog
singkat dengan suara hati*
Lisa (1) : yakin mau S2?
Lisa (2) :
Yakin
Lisa (1) : yakin di German?
Lisa (2) :
masih terus mencari sih, ga matokin harus German. Malah sekarang aku kepikiran
mau lanjut di USA.
Lisa (1) : udah siap dengan semua yang akan
ditinggalkan dan yang akan dihadapi ke depan?
Lisa (2) :
kalau ditanya siap, ga akan ada yang siap untuk sesuatu yang belum tahu ke
depannya.
Lisa (1) : yakin dengan biomedical?
Lisa (2) :
itu mimpiku
Lisa (1) : yakin tidak dengan mimpimu itu?
Lisa (2) :
*hening*
Lisa (1) : setelah S2, plan selanjutnya apa?
Lisa (2) :
Apa?
Lisa (1) : kerja lagi? Atau udah nikah aja toh mimpinya
udah kecapai? Atau terus lanjut sekolah sampai dapat gelar Dr.
Saat ini aku
berusia belum genap 23 tahun. Kalau sesuai dengan plan yang sudah ku rancang
aku ingin melanjutkan sekolah ku di usia yang akan memasuki angka 25. Berharap
semuanya berjalan dengan mulus aku akan menyelesaikan pendidikanku di usiaku
yang belum genap 27. Lalu menikah, dan aku akan mengabdi pada dunia dimana
mimpiku itu berotasi. That’s my plan.
Seketika saja,
ketika aku diperhadapkan dengan pilihan lain rencana yang sudah ku susun dengan
sangat manisnya mulai agak sedikit goyah.
Bukannya melarang untuk mengejar mimpi,
kenapa ga S2 di Indonesia aja? Toh masih ada kan kampus yang bagus, UI, ITB. Jurusan yang ingin ku geluti itu tidak berkembang luas di
Indonesia L dan aku pengen semua fasilitas yang nantinya mendukung penelitian
dan S2 ku lengkap.
Kenapa harus biomedical, kenapa ga ambil S2
nya MM atau MBA yang nantinya akan mendompleng carier seorang engineer? Gelar ST,
MM atau ST, MBA akan sangat menjual di pasaran. Aku bukan
sedang berjualan, ini soal impian.
Ini Indonesia bung, tempat dimana kebanyakan
orang hidup jauh dari mimpi, atau lebih tepatnya passion. Orang Indonesia hidup
karena tuntutan. Coba berpikir sedikit lebih realistis. Ya, ini Indonesia. Dan aku tahu itu L
Ingat juga kodrat seorang wanita, toh nanti
ada bagiannya suami untuk mencari nafkah. Tak perlu sebegitu ambisinya. Siapa
bilang cita-cita ku untuk S2 hanya semata untuk mendompleng carier ku, ini
berbicara soal passion, panggilan hidup. Sama sekali tak ada hubungannya dengan
mata pencaharian.
Berpikirlah
berkali-kali lagi, waktumu masih panjang menjelang 2015.
S2 atau
tetap bekerja?
Indonesia
atau abroad?
Biomedical
atau Manajemen?
Impian atau Tuntutan?