Batak merupakan salah satu suku yang terdapat di negara Indonesia. Berasal dari Pulau Sumatra, tepatnya dari Sumatra Utara. Batak sendiri masih terbagi-bagi lagi menjadi Batak Toba, Batak Simalungun dan Batak Karo. Orang-orang akan dengan sangat mudah mengenali orang Batak melalui suara mereka yang keras dan karakter mereka yang agak sedikit tempramen (untuk point yang ini tidak bisa digeneralkan, tapi kebanyakan orang sih seperti itu).
Dulu saat aku masih anak-anak aku merasa menjadi orang Batak sungguhlah sangat amat ribet. Lahiran aja ada adatnya (tardidi : baptisan anak) sampai ke acara adat yang sangat-sangat kompleks akan ku temui di setiap acara nikahan dan meninggalnya orang Batak. Terlahir dan dibesarkan di daerah original Batak (walaupun bukan di kampung melainkan di kota Medan) dengan keluarga yang Batak tulen memaksaku secara tak langsung untuk mengenali adat yang akan menempel di diriku seumur hidup :D Sebenarnya yang dimaksud Batak tulen disini adalah papa dan mama yang juga terlahir sebagai orang Batak (bukan campuran dengan suku lain) karena sejujurnya papaku tidaklah begitu mendalami adat Batak itu sendiri, tapi bukan berarti dia tidak tahu soal adat cuma tidak begitu mengambil bagian saja misalnya sebagai petua adat ataupun raja parhata di pesta.
Mama yang terlahir sebagai anak ke 12 dari 12 bersaudara dan papa anak ke 6 dari 9 bersaudara menjadikan keluarga besar kami sangatlah besar hahaha, dan aku punya 5 orang tulang (abangnya mama) , 4 orang inangtua (kakaknya mama) , 2 orang lagi aku lupa jenis kelaminnya karena menurut cerita mama 2 saudaranya itu meninggal saat masih bayi, 3 orang bapaktua (abangnya papa) dan 5 orang bou (kakak dan adik perempuannya papa). Sejak kecil mama akan dengan senang hati membawa aku dan kakak mengikuti serangkaian acara keluarga yang semuanya dipenuhi dengan adat, mulai dari acara nikahan sepupu-sepupuku (aku dan kakak akan bertugas menjadi penabur bunga pengantin di setiap acara nikahan sepupu-sepupuku itu) sampai ke acara adat saat opung doli (kakekku dari papa) dan 2 tuaku (kakaknya mama dan abangnya papa) meninggal dan kami harus ada di rumah duka tersebut selama acara adat itu berlangsung (biasanya kurang lebih 2hari sebelum akhirnya dimakamkan).
Orang Batak ini dikenal juga melalui tariannya yang sudah sangat terkenal di khalayak umum yaitu tor-tor. Baik di nikahan ataupun di tempat orang meninggal akan ada banyak sekali tor-tor disana. Saat aku kecil dulu, saat aku mengikuti sekolah minggu (re : gereja) di HKBP setiap kali ada acara gereja seperti pembangunan gereja atau parheheon kami akan diminta mengisi acara dengan marnortor. Jadi dari sejak usiaku belia, kehidupanku sudah sangat-sangat kental dengan adat Batak. Kami tidak tinggal di kampung (walaupun sebenarnya aku punya kampung Siantar untuk kampung dari papa, dan Balige untuk kampung dari mama) , hal ini menyebabkan bahasa Batak bukan menjadi bahasa keseharian kami. Akan tetapi mama selalu membiasakan bahasa Batak berkumandang di dalam rumah baik pada saat menyuruh kami melakukan sesuatu ataupun saat sedang mengobrol sesuatu yang berbau rahasia bersama papa :)) Kata mama bahasa ibu itu harus untuk dikenali dan dimengerti, itulah nasihat dainangi :D Beranjak dewasa pengetahuanku tentang Batak mulai bertambah, bukan sekedar mengenal tulang-nantulang, paktua-maktua, amangboru-namboru, bapakuda-inanguda (sebutan untuk pasangannya masing-masing) melainkan sudah mengenal silsilah marga.
Ito merupakan sebutan untuk seseorang (berbeda gender) yang masih memiliki ikatan dekat (se-merk kalau istilah produk) dengan margamu. Misalnya, aku Lisa Anastasia Simangunsong, berarti margaku adalah Simangunsong. Simangunsong itu masih satu merk dengan Napitupulu, Marpaung dan Pardede. Konon ceritanya dulu opung (kakek-nenek) kami bernama SonakMalela punya 4 orang yaitu Simangunsong, Marpaung, Napitupulu dan Pardede (urutan dari yang paling tua ke yang paling kecil). Jadi setiap laki-laki yang bermarga tsb adalah ito-itoku atau istilah Batak yang lebih tingginya adalah hula-hula (raja). Sayangnya kau tak akan pernah bisa memiliki hubungan special dengan satu margamu itu, hahaha DamItsNyesekSekali pada kenyataan kalau ada ito mu yang “you know what” tapi kau tak bisa berpacaran dengannya. Hahaha, lalu akan munculah slogan : “Cintaku kepentok di marga” :)) Tak cukup hanya mengetahui seluk-beluk tentang marga dari papa, aku juga harus tahu tentang marga mama. Mamaku boru Siahaan (boru itu panggilan untuk perempuan, sementara marga itu untuk laki-laki) , Siahaan itu masih satu merk dengan Simanjuntak, Nasution, dan Hutagaol. Jadi ketika aku bertemu dengan orang-orang dengan marga tsb berarti aku harus memanggil mereka yang laki-laki sebagai tulang dan yang perempuan sebagai tante (yang lebih muda dariku) dan maktua (yang lebih tua dariku). Ada lagi yang namanya pariban, ini adalah hubungan yang sangat dianjurkan untuk memiliki kespecialan dari sekedar hubungan keluarga dari marga (re : jodoh). Iban itu adalah (dari sudut pandang seorang perempuan) laki-laki yang mamanya satu marga dengan si perempuan (anak namboru), sementara dari pihak laki-laki; pariban adalah seorang perempuan yang marganya sama dengan marga mamanya (boru tulang).
Secara tidak langsung adat Batak yang satu ini membuat kami yang awalnya tidak ada hubungan sama sekali terpaksa menjadi keluarga karena ternyata masih ada hubungannya satu sama lain melalui sesuatu hal yang dikenal dengan istilah marga itu hahaha. Kompleks sekali adat Batak ini dan sangat unik saat kita bisa mengetahuinya lebih detail (kalau ku paparkan sekarang akan sangat memakan banyak pages, makanya harus ku sudahi disini dan di lain waktu akan ku bahas lagi). Dan jujur, aku sangat bangga terlahir menjadi orang Batak dengan segala kekompleksannya. :D